Kamis, 04 Februari 2016

Sehabis kesalahanku berucap pada sore itu, Kau tak pernah sudi lagi menampakkan senyum itu dihadapanku. - Shintya Maharani, Petikan Gundah Gulana.

Bintang, Karya : Shintya Maharani



Aku ingin satu bintang yang berada jauh dilangit, sedang pada saat itu pula aku harus sadari.. kakiku masih menapak di dataran jalan.


Betul. Bintang itu sangatlah indah, sedang pada saat itu pula aku sadari bahwa aku sedang berusaha jalan di aspal panas tanpa alas untuk mencari mata air hanya untuk membasuh muka agar terlihat lebih segar.


Tiba-tiba ku merasa jalan yang ku tempuh seketika lebih terang daripada sebelumnya.


Ya...





Ia datang!





Bintang datang!




Cahayanya datang!!




Ada apakah gerangan semesta? Apa giliranku yang merasakan nasib baik di hari ini?


Bahagia.


Senang.


Bintang itu menghampiriku, bintang itu menemaniku. Dia menerangiku!!!


Tapi tidak dengan bongkahan batu depanku.


Bruk!!!


Aku pun terjatuh, bahkan tersungkur.


Ku langsung menatap atas, ku takut ia pergi, aku takut bintangku hilang!!!


Terimakasih, Tuhan.


Dia tidak hilang, dia masih ditempatnya.


Terang benderang seperti sedianya.


Aku melihat ada sesosok manusia disana, Siapa dia? Mengapa dia terlihat begitu jelas? begitu terang?


Ku langsung menatap atas, lagi.


Bintang...


Bintangku meneranginya juga.


BUKAN HANYA AKU YANG DITERANGINYA!


Oh, Tuhan...


Fatamorgana macam apalagi ini?


Kukira bunga, ternyata duri.


Kukira air, ternyata limbah.


Kukira angin, ternyata badai.


Haruskah ku mengira bintangku kini adalah jelmaan batu tajam di angkasa?


Tuhan, Ku pasrah.


Ku akan tetap berjalan sampai kau bilang berhenti pada saatnya.


Ku percaya atas segalanya.


Walaupun aku masih tak paham.


Bintang di langit itu punya siapa.


Bintang di langit itu hanya menerangiku saja dan hanya sengaja memberi bantuan cahaya kepada yang lain agar lebih berguna.


Aku akan tetap berjalan.


Semoga aku temukan jawaban di ujung sana...


Bahwa hanya akulah satu-satunya yang mendapatkan cahayanya.



Ditulis pada 29 Januari 2016.

Mantanmu, Karya : Shintya Maharani

Saya percaya denganmu...
Percaya sekali...
Tingkahmu
Ucapmu
Sanggahmu
Bahkan tulisan di blogmu itu... Saya percaya
Serasa serasi
Saya yakin dengan pilihan ini
Saya yakin dengan hati ini...
Cocok, Kita sama
Adil ya?
Kau belum, saya belum
Pertama, Kita pertama
Kau yang pertama, Saya juga yang pertama
Iya kan?
Tapi nyatanya...
Ia juga datang membawa tulisan
Iya, memang tidak sama dengan tulisanmu
Tapi sebenarnya...
Ada yang lebih membuat saya terhenyak
Apa-apaan ini?
Ada namamu tertera disana
Jela
Jelas sekali
Saya percaya apa yang saya lihat
Jelas
"Terimakasih ya untuk hari, Mada. Aku bahagia bisa bertemu kamu hari ini. Terimakasih telah menjadi kekasihku"
Terimakasih telah menjadi kekasihnya, Mada.
Kau pertama, saya kedua.

Huft.
Saya tidak tau harus percaya yang mana.
Tulisanmu atau Mantanmu? 



Ditulis 4 Februari 2016

Senin, 21 Desember 2015

Prosa Untuk Mama, Karya : Shintya Maharani

Mama, apa kabar? maksudku, detik ini mama apa kabar? Sehat terus kan ma. Aku yakin iya, Mama kan seorang yang tangguh, Siapa yang lebih hebat daripada mama di dunia ini? Memangnya ada? Aku tau, jawabannya pasti tidak ada. Mama, Di hari ibu tahun ini kita jauh ya? Ya, belum beda pulau atau negara memang. Tapi, menurutku selama wujudmu tidak ada dimataku itu berarti kita jauh, Jarak kita yang jauh. Maha besar Allah S.W.T yang telah memberikan keajaiban padamu yang tetap dirasakan kasih sayangnya walaupun dalam keadaan jarak jauh sekalipun.

Mama, disini memang aku terlihat masih biasa-biasa saja ya? tertawa bebas dengan temanku, berorganisasi semauku, dan jajan di kantin setiap hari menggunakan uang kiriman darimu dan papa. Tapi, kenyataan sesungguhnya ma, Di sini aku sedang berjuang, berlari mengejar cita-citaku sebagai seorang jurnalis terkenal. Kelak harapanku, kau akan tersenyum bangga memberitahu kepada semua orang bahwa "Di televisi itu anakku! Yang melaporkan berita itu anakku!". Ketahuilah ma, setiap langkah, kegiatan dan ambisiku bukan semata-mata untuk diriku sendiri, melainkan untukmu Ma.. setelah itu? Selesai sudah tugasku.

Doakan aku disetiap sujudmu kepada-Nya, Ridhoi aku disetiap langkah agarku tetap terjaga dijalan yang benar. Karena yang ku yakini, disetiap keberuntungan yang kudapatkan, kebahagiaan yang kualami, kemenangan yang kuraih pasti terselip doamu yang selalu di-aamiin-kan langsung oleh-Nya.

Then you have to know is how much I love you ma.
Putrimu, Anya.

Jangan ragu untuk menulis, menulislah!

Menulis itu karya, apalagi kalau kita menulis hal yang baik-baik atau bermanfaat tidak untuk hal negatif, maksiat atau yang banyak mudharatnya. Puisi, lagu, cerpen, berita, artikel dan lain lain. Banyak cara untuk menulis dan masih banyak hal yang perlu ditulis. Jujur, kalau dari gue sendiri gue baru sanggup untuk menulis puisi, lagu dan sekarang (dipaksa) untuk bisa menulis berita juga karena gue mahasiswi jurnalistik (YHA) hahaha..
Selama ini, gue udah nulis lagu sebanyak 12 lagu dan dari 12 lagu cuma 4 yang dikenal orang dan 1 yang benar-benar dikenal orang (YHA) itu juga terkenal sama orang-orang yang mengetahui soundcloud gue (( HMM, Btw ini akun soundcloud gue soundcloud.com/shintyaam )) (YHA promo) dan temen-temen SMA gue aja, selebihnya? didengerin sendiri dan memaksa orangtua untuk mendengarkan dengan cara mengambil hape mereka dan mengirimkan lagu gue lewat bluetooth secara paksa. Huft.
Kalau masalah puisi, gue gatau pasti udah berapa puisi yang berhasil gue buat tapi yang jelas gue masih inget persis gimana keadaan gue berhasil membuat puisi pertama gue. Mau baca gak? Iya, baca aja ya...

Jadi gini, tahun 2006 Indonesia kan mengalami bencana alam yang dahsyat tuh di bumi Jogjakarta, lebih tepatnya peristiwa gempa bantul. Nah, emak gue lagi nonton berita tuh sambil nyetrika baju. Btw, tahun 2006 gue masih anak kelas 4. Sambil nontonin emak gue yang lagi nonton berita /? gue berinisiatif mengambil buku coret-coretan gue (fyi, gue setiap bulan sampe sekarang nih punya satu buku yang fungsinya cuma menjadi tempat corat-coret) dan pensil. Dikarenakan tugas gue untuk ngebalik-balikin baju yang mau digosok (If you're a good daughter, surely u know what i mean) dan gue gajelas mau ngapain lagi....tertiba-tiba tau roh darimana /? membuat puisi lah gue...seadanya, berbekal ilmu puisi yang diajarkan di pelajaran bahasa Indonesia seperti rima, bait dan teman-temannya. Taraaaa, jadilah puisi gue. Sayang, puisi otentiknya sudah tidak tahu kemana mau nulis ulang jadinya gak asli tapi gue masih inget jelas kalau judul puisinya itu "Gempa di bumi jogja". Saking bangganya dengan puisi-apaan-itu yang berhasil gua bikin dalam jangka waktu sekitar 10 menit gue memberi tahu emak gue, gue pikir ya biasa sih.. beliau tipikal orang yang menanggapi ocehan anak-anaknya biasa aja. BIASA AJA. Tak dinyana kawan.. pada hari itu.. beliau begitu bangga karena anak perempuannya yang baru kelas 4 SD yang rajin merawat adiknya ini #anjay bisa bikin puisi wkwkwk, gue inget waktu itu pas sore-sorenya mama (sebenarnya aku memanggil wanita cantik ini mama, kalau lagi sadar) lagi ngumpul sama ibu-ibu komplek eh puisi gua dibawa anjas :') dibanggain ke ibu-ibu "Ih mama astrid.. mama dhea... mama dwi.. ini si kakak (panggilan gue) pinter banget tadi sambil nemenin saya nyetrika eh jadi deh puisi satu" karena begitu senangnya ngeliat mama sebegitunya dan dikarenakan ambisi gue hidup hanya untuk Allah dan mama.. maka sejak saat itu gue mulai produktif membuat puisi dimanapun, kapanpun dan dalam keadaan apapun.

Gue gapernah usaha serius atau kerja keras dalam mengikuti lomba cipta puisi, mungkin itu yang menyebabkan gue gapernah menang. Tapi, karena berita gue (Alhamdulillah) bisa bikin puisi dan lagu ini dari SD sampai SMA gue jadi target utama 'tempat meminta tolong untuk membuat puisi dan lagu'. Huft, yaudahsih gapapa seneng juga sebenarnya.

Gila, bawel banget ya gue sumpah wkwk.
Etapi sumpah deh, menulis itu asik banget kok! Sekali lagi, menulis dalam hal-hal baik. Dengan menulis, lo bisa menumpahkan segala emosi, perasaan, pikiran dan bisa juga curahan hati lo yang gak tersampaikan. Bahkan nih menurut gue, menulis itu bisa ngasah pikiran lo biar lebih tajem lagi. Kenapa gitu? Ya karena sebenarnya ga ada tuh yang namanya kehabisan ide, wong kehidupan setiap detiknya selalu beda dan baru kok, yang ada mood yang hancur yang bikin lo gak bisa nulis, tapi dengan lo ada keinginan menulis lo dipaksa untuk menumpahkan segala ide lo dalam tulisan, apalagi untuk mahasiswa jurnalistik (hmm, curhat lagi), mau lo lagi gak mood atau ber-alibi gak ada ide. Nulis ya nulis! Harga mati untuk IP di semester nanti (YHA)

Itu sekilas (anjir sepanjang itu sekilas) cerita gue tentang menulis.
Nih kalau butuh testimoni atau kata-kata menulis dari yang memang benar-benar 'penulis', gue udah ambil menurut gue yang kalimat-kalimatnya emang dahsyat dan menyentuh abis nih.

Ini dia.....


“Kesusastraan adalah hasil proses yang berjerih payah, dan tiap orang yang pernah menulis karya sastra tahu: ini bukan sekadar soal keterampilan teknik. Menulis menghasilkan sebuah prosa atau puisi yang terbaik dari diri kita adalah proses yang minta pengerahan batin.

(Caping 3, h. 424)”
Goenawan Mohamad



“Saya menulis bukan hanya untuk dunia, tetapi juga demi akhirat saya.”
Helvy Tiana Rosa


“Kalau usiamu tak mampu menyamai usia dunia, maka menulislah. Menulis mperpanjang ada-mu di dunia dan amalmu di akhirat kelak.”
Helvy Tiana Rosa

“Sastra bisa menampung semua gejolak dalam diri, mengurangi derita serta membuatmu lebih peka serta berdaya.”
Helvy Tiana Rosa

“Menulis itu menenangkan pikiran dan nurani yang nyeri.”
Helvy Tiana Rosa

“Setiap kali menulis, semua peristiwa terasa dekat kembali, seolah aku mengalaminya lagi. Sungguh sangat nikmat.”
Dedi Padiku, Mengejar Ngejar Mimpi: "Diary Kocak Pemuda Nekat"  

“Berbicaralah dan menulislah hal yang baik-baik dan bermanfaat. Jangan sekali-kali kamu menyakiti perasaan orang lain.”
Amiruddin Sani Lubis 


“Ikatlah ilmu dengan menulis.” ― Ali Bin Abi Thalib ra





The best one i guess is...

“Aku menulis bukan semata-mata karena aku ingin menjadi penulis. Aku menulis, karena aku ingin menulis. Seperti halnya aku mencintaimu. Memang benar, cita-citaku adalah menjadi suamimu (yang mengecup keningmu, ketika kebetulan aku terbangun lebih dulu). Tapi tidak semata karena itu. Aku mencintaimu, karena aku ingin mencintaimu. Seperti itu.”
Lenang Manggala, Perempuan Dalam Hujan: Sealbum Puisigrafi  



Terimakasih telah membaca postingan ini. Semoga bermanfaat dan suka!
Love, Anya.

Ditulis pada 21 Desember 2015

Lentera, Karya : Shintya Maharani

Lentera
Karya : Shintya Maharani
Matahari menampakkan senyumnya
'Bergegaslah!', begitu katanya...
Segera kuambil sepeda tuaku
Kukayuh sampai jauh
Sampai kutemukkan kegelapan

Kegelapan yang membutuhkan penerangan
Kegelapan yang berada di kepala
Kegelapan di tengah hingar bingar
Ku ingin jadi lentera..

Ikhlas yang kupunya, YaRabb..
Di pelosok negeri yang indah ini ku bulatkan tekadku
Hutan rimba, beri aku jalan
Sungai, diamlah sebentar

Kegelapan kepala mutiara-mutiara kecil ini
Yang ingin ku basuh air dan kuterang
Agar nampaknya kilauan asli

Kulit yang gelap
Senyum merekah
Nampak secercah harapan
Meminta penerangan untuk kehidupan

Pegang ilmu ini, adik-adikku
Anggap ini lentera dariku untukmu
Simpan cahayanya hingga nanti
Hingga tiada generasi lagi di negara ini


Ditulis pada September 2015

Kembalikan cermin, Pemuda. , Karya : Shintya Maharani

Kembalikan Cermin, Pemuda
Karya : Shintya Maharani

Dulu..
Bahasa itu senjata...
Mengalahkan musuh! Menjatuhkan!
Bahasa yang kuat, tegas, santun dan ramah
Cerminan dari perilaku bangsa

Waktu berjalan tanpa peduli, pemuda BANGSA terus berganti..
Tetapi ironisnya..
Bahasa si cerminan diri, tidak mengikuti..

Tertinggal!

Bahasa yang dulu jadi cerminan
Berubah jadi olokan

Kasar!

Dia!
Pemuda sekarang yang retakkan cermin itu
Retak sudah cermin utuh bangsa ini

Tidak.... bangsa ini tetap sama
Tetapi bahasa bukan lagi cerminan bangsa

Bunuh kasar, perbaiki bahasa
Kembalikan cermin itu, Wahai pemuda!
Bahasa.. untuk jadi cerminan bangsa..


Ditulis pada Oktober 2015